Welcome to Polycate Games Blog!

Welcome to our blog!. “Welcome to Polycate Games Blog!” is published by Dragonify Gamer.

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Hubungan Antara Nasib Manusia dan Harga Sepasang Sepatu yang Tidak Patut

Ada yang mengganjal dalam lembabnya udara bulan November ini. Setelah sekian lama musim kemarau bersikeras mengisi pertengahan tahun, hujan seakan kembali lagi hanya untuk meninggalkan lumpur dan bau busuk di sepatu saya. Pagi itu saya baru pulang sesudah semalaman begadang mengerjakan tugas akhir, saya ingin tidur lalu mencopot sepatu begitu saja di depan kamar kontrakan. Seketika itu ibu pemilik kontrakan yang sedang menyapu halaman berteriak sekencang-kencangnya. “Mas, itu sepatu bagus-bagus mending dimasukkan saja. Kemarin ada maling sepatu tertangkap! Daripada hilang percumah.” Saya hanya diam berbaring di atas kasur. Ibu pemilik kontrakan berlaku seperti media massa, gemar membuat framing berita sehingga kita berpikir isu-isu yang tidak penting. Coba, apa pentingnya saya berpikir tentang artis yang lepas jilbab, pidato gubernur yang terkesan rasis, paspampres ganteng, kecelakaan tersangka koruptor yang dianggap janggal, pernikahan putri presiden, sedangkan negara sama sekali tidak menjamin pekerjaan saya setelah saya lulus kuliah, harga-harga kebutuhan pokok dan tempat tinggal saya nanti. Dan ibu kos saya juga ikut-ikutan menyuruh saya berpikir tentang sepatu saya. Pagi ini saya hanya ingin tidur, persetan tentang sepatu. Apa dia tidak berpikir, di kamar tiga kali empat meter ini sepatu saya mau ditaruh dimana? Toh ketika dahulu saya mengontrak kamar ini, saya tidak diberi rak sepatu.

Lagipula ketika maling tadi tertangkap, ini berkaitan dengan sesuatu yang sedang hangat dibicarakan di media sosial, lho. Bukan masalah jumlah pengangguran, pendidikan keterampilan yang tidak diberikan di sekolah, tingkat kriminalitas, atau apalah. Ini tentang persekusi. Kalau maling tadi ditangkap warga, saya justru khawatir dia masih hidup atau tidak. Baru saja kemarin di tangerang ada dua remaja mengalamai persekusi oleh warga. Mereka diarak keliling kampung dengan telanjang karena dituduh melakukan hubungan di luar nikah. Padahal setelah diselidiki tuduhan warga ternyata keliru. Masih banyak lagi kasus persekusi, bahkan tidak jarang malingnya meninggal. Hih ngeri.

Mungkin maling sepatu yang kemarin ditangkap, sebenarnya bukan maling. Coba kita misalkan dia berada di sebuah rumah kontrakan yang penghuninya tidak mengenalinya. Bagaimana bila dia seroang mahasiswa. Sebenarnya dia sudah janjian dengan temannya akan meminjam sepatu. Eh malah temannya sedang ke luar kota, lalu berpesan agar langsung menuju rumah kontrakannya dan mengambil sepatu yang berada di rak. Temannya hanya memberi petunjuk lokasi rumah kontrakannya lewat aplikasi google maps, tapi malah tidak akurat karena sinyal susah. Akibatnya, dia salah masuk rumah kontrakan. Lalu kenapa dia mengambil sepatu? Mungkin karena dia sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir, meneliti hubungan antara curah hujan dan bau sepatu. Bagaimana? Make a sense, kan? Saya khawatir sebenarnya dia bukan maling. Sedangkan warga yang sudah tersulut amarahnya, mengalami delusi bahwa mereka ialah aparat keamanan, sudah terlanjur memberi bogem mentah ke mukanya, atau siksaan-siksaan lain yang lebih sadis.

Kumpulan manusia yang sudah marah memang tidak memiliki empati, demikian pendapat dosen filsafat UI yang akun twitternya saya ikuti. Tapi, kok hanya gara-gara pencurian sepatu, televisi, helm, kotak amal masjid, dan benda-benda remeh lainnya warga gampang tersulut amarah? Ini kan harusnya jadi perhatian pemerintah, media massa nasional dan tokoh-tokoh agama. Warga seperti merasa tertindas, harga diri mereka dicincang-cincang, hingga harus membunuh orang hanya karena hal-hal sepele. Tidak lama lagi saya yakin kalau ada nyamuk menggigit tangan salah satu warga, bukannya langsung ditepuk, tapi harus diarak keliling kampung dulu, dipukul beramai-ramai, baru dibunuh. Hayoh.

Oke misalkan dia benar-benar maling sepatu, kok bisa ada pencurian sepatu di kawasan rumah kontrakan mahasiswa. Itu kan perlu dipertanyakan. Tidak mungkin dong maling mau-maunya mencuri barang yang harganya murah. Berarti banyak sepatu-sepatu mahasiswa harganya mahal. Kalau diingat-ingat benar juga. Teman-teman saya banyak yang memiliki sepatu bermerk luar negeri seperti Adidas, Nike, Converse, Lotto, New Balance, dll. Itu baru sepatu untuk dipakai sehari-hari. Belum lagi sepatu untuk untuk kebutuhan khusus. Di rak sepatu mahasiswa pasti berjajar, sepatu untuk naik gunung, sepatu lari, sepatu futsal, sepatu pantofel, sepatu boots, dan sepatu-sepatu lain yang harganya kadang lebih mahal dari sepatu untuk kebutuhan sehari-hari. Pernah saya berencana membeli sepatu untuk mendaki gunung. Ternyata harga sepatu paling murah berkisar satu juta rupiah. Ketika saya mengincar sepatu bekas, harganya masih mahal, sekitar empat ratus ribu rupiah. Wow, pantas saja maling tergiur mencuri sepatu.

Kalau sepatu-sepatu harganya semahal itu, wajar ibu pemilik kontrakan menyuruh memasukkan sepatu ke kamar. Tapi, sesuatu disembunyikan, diamankan, karena merupakan sesuatu yang berharga, sedangkan sepatu saya tidak berharga. Tidak berharga menurut ukuran uang, namun sangat berharga menurut persepsi saya. Sepatu saya itu, walau cuma satu-satunya, sangat mewakili harga diri saya. Bahkan jangan ada yang berani menyenggol, seperti tersurat dalam lagu Blue Suede Shoes, karangan Carl Perkins. Pada 1955, lagu ini mencetek sejarah sebagai lagu yang pertama kali berhasil memadukan unsur pop, blues dan country.

“Well, you can knock me down, Step in my face,

Slander my name

All over the place

Do anything that you want to do, but uh-uh,

Honey, lay off of my shoes

Don’t you step on my Blue suede shoes

You can do anything but lay off of my blue suede shoes.”

Masalahnya ialah, sepatu yang saya beli dua tahun lalu seharga dua ratus lima puluh ribu rupiah ini, sudah jebol, solnya tipis, dan berbau busuk. Tapi saya tak tega membuangnya. Bahkan syukur-syukur kalau ada yang mau mencuri. Sehingga saya ada alasan membeli sepatu baru.

Add a comment

Related posts:

Travelling Alberta

Arriving into Calgary airport, you may be surprised at the flat landscape surrounding you. You may worry that you have had a home-alone-2 moment and ended up the wrong flight. However, one glance at…

The Usability Findings on the G1 Portal

If you came with a link to my portfolio, please know that I updated it to a new host, so please find it. here: G1 is currently one of the largest Brazilian news portals and has been operating in the…

How cryptocurrency works

In the early years when there was no technological innovation, men had to devise a means of making payment by using what they have in exchange for what they don’t have, it’s popularly known as trade…